page contents 2013 ~ Ensiklopedia Hadits Nabi SAW

Minggu, 07 April 2013


Assalamu’alaikum...

Segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanandnya dari Anas bin Malik RA berkata: Nabi SAW bersabda (artinya),


Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mencintai Nabi saw. sehingga kita bisa bersama beliau di akhirat nanti, di surga. Amin.
Sebagaimana sabda beliau, “Seseorang bersama orang yang dia cintai (di akhirat kelak).” (HR. Muslim)

Di antara bukti kecintaan kita kepada Rasulullah SAW adalah mengamalkan sunah-sunahnya; baik berupa perkataan, tindakan, akhlak dan semua keputusan beliau. Nah, bagaimana cara mengetahui dan mengamalkan sunah-sunah beliau?

Jawabannya adalah dengan membaca buku-buku hadits. Saat ini banyak beredar buku-buku terjemahan kitab hadits, namun kebanyakan hanya berupa ringkasan dari buku aslinya. Dan tidak sedikit pula yang diterjemahkan tidak sesuai dengan makna aslinya, sehingga memberikan pemahaman yang keliru. Akibatnya, salah dan keliru juga dalam pengamalan.

Namun, Anda tidak perlu khawatir lagi. Sekarang, telah hadir terjemahan kitab hadits 6 imam PERTAMA DI INDONESIA. Dikemas dengan desain yang elegant, penataan yang sempurna dan tampilan yang menarik sehingga membuat Anda merasa nyaman membacanya, dan mudah dipahami.


Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw. bersabda,



Al-Qur`an dan as-Sunnah adalah dua pegangan yang wajib dimiliki oleh setiap Muslim agar selamat di dunia dan akhirat.

Tidak diragukan lagi, setiap Muslim memiliki al-Qur`an di rumahnya. Namun, apakah setiap Muslim memiliki buku-buku hadits, yang sejatinya ia adalah dua sejoli, di mana antara keduanya tidak bisa dipisahkan. Sebab, hadits adalah sebagai PENJELAS BAGI AL-QUR`AN. Tidak lengkap rasanya seorang Muslim tidak memiliki buku-buku hadits di rumahnya.



Penerbit AL-MAHIRA menghadirkan terjemahan KITAB HADITS TERLENGKAP yang bertajuk:
Ensiklopedia Hadits”.

Buku ini dikemas dalam 8 jilid hard cover yang terdiri dari 6 kitab Imam Hadits Terkenal:
- Kitab Shahih Imam Bukhari 2 jilid (Kitab paling shahih setelah al-Qur`an)
- Kitab Shahih Imam Muslim 2 jilid (Kitab kedua paling shahih setelah al-Qur`an)
- Kitab Sunan Abu Daud
- Kitab Jami’ Tirmidzi
- Kitab Sunan an-Nasa`i
- Kitab Sunan Ibnu Majah




HARGA TOKO BUKU: Rp 3.999.500
HARGA DISKON: Rp 3.600.000
DISKON: 10%
HEMAT: Rp 400.000





Tunggu apa lagi!

Mari berinfestasi untuk Akhirat. Sudah saatnya Anda memiliki buku Hadits lengkap dengan harga menarik. Sekarang, Anda tidak harus mengerti bahasa arab untuk bisa memahami hadits-hadits Nabi saw. Dengan hadirnya buku ini, setiap Muslim bisa membaca, memahami dan mengamalkan hadits Nabi saw. demi mendapatkan kebagiaan dunia dan akhirat.






Jika Anda ingin memesan, silahkan menghubungi kami di nomor yang tertera di bawah atau mengirim email ke: rasyidsatria85@gmail.com

Kami akan segera memproses pengiriman begitu uang ditransfer ke rekening kami:

Bank BNI
No. Rek. 028-3061-390
a/n Satria

atau


Bank BSM
No. Rek. 700-0398-928

a/n Satria






Supported by:





Sabtu, 06 April 2013


BIOGRAFI IMAM AL-BUKHARI


Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.

Sewaktu kecil al-Imam al-Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu al-Imam al-Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.

Ketika berusia sepuluh tahun, al-Imam al-Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam.

Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, al-Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.

Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah al-Imam Bukhari bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Bukhari.

al-Imam al-Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.

Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, pent.)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.

Anugerah Allah kepada al-Imam al-Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Buku beliau “Kitab Shahih al-Bukhari” adalah buku pasling sahih setelah al-Qur`an dan berada di urutan pertama dari Kutubussittah. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) dari para ulama terhadap Iman Bukhari:

Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah al-Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (al-Bukhari).”

Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (al-Imam AlBukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.

al-Imam al-Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau Shahih al-Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih al-Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.

Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang ulama besar ahli fikih, yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu ketika saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed) di antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid, sampai kapan engaku mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”. Karya al-Imam al-Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab Al Adab Al Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.

Ketakwaan dan keshalihan al-Imam al-Bukhari merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.
Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah al-Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain).”

Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.

Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”

Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail al-Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”

al-Imam al-Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia 62 tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada al-Imam al-Bukhari.

Jumat, 05 April 2013

ok

http://bit.ly/15KjdsJ


BIOGRAFI IMAM MUSLIM


Kelahirannya

Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia mengarang kitab As-Sahih (terkenal dengan Sahih Muslim). Imam Muslim salah seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini. Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H, menurut pendapat yang sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya Ulama’ul Amsar.

Kehidupan untuk Mencari Ilmu

Imam Muslim belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218 H. Imam Muslim pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara negara lainnya. Dalam perjalannanya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka.

Di Khurasan, Imam Muslim berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray Imam Muslim berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak Imam Muslim belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.

Imam Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab Imam Muslim mengetahui kapabilitas dan keilmuannya.
Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Imam Bukhari dan adz-Zuhli, Imam Muslim bergabung kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan adz-Zuhli. Imam Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterimanya dari adz-Zuhli, padahal dia adalah guru Imam Muslim,  lantaran fitnah yang ditujukannya kepada Imam bukhari dengan menyebarkan fitnah bahwa Imam Bukhari mengatakan bahwa al-Quran itu makhluk. Hal serupa pun ia lakukan terhadap Imam Bukhari.

Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Imam Bukhari, padahal ia pun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.  

Guru-Gurunya

Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya :Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa’id al-Ayli, Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya.

Keahlian Imam Muslim Dalam Hadits

Apabila Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.

Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi berkata, “Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya.”
Pernyataan ini tidak berarti bahwa Imam Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, Imam Muslim mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya.  

Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Imam Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid 2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.  Buku beliau “Kitab Shahih Muslim” adalah buku kedua paling sahih setelah al-Qur`an dan Kitab Shahih al-Bukhari, dan berada di urutan kedua dari Kutubussittah.

Karya-karya Imam Muslim

Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya :
1. Al-Jami’ as-Sahih (Sahih Muslim).
2. Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits).
3. Kitabul-Asma’ wal-Kuna.
4. Kitab al-’Ilal.
5. Kitabul-Aqran.
6. Kitabu Su’alatihi Ahmad bin Hambal.
7. Kitabul-Intifa’ bi Uhubis-Siba’.
8. Kitabul-Muhadramin.
9. Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
10. Kitab Auladis-Sahabah.
11. Kitab Awhamil-Muhadditsin.

Kitab Sahih Muslim

Di antara kitab-kitabnya tersebut, yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah al-Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.

Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Imam Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.

Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Imam Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa Imam Muslim pernah berkata, “Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits.”

Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.”

Dalam pada itu, Ibnu Salah menyebutkan dari Abu Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang.

Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: “Tidaklah setiap hadits yang sahih aku cantumkan di sini (yakni dalam Sahihnya). Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits.”

Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya, “Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.”

Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : “Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula.

Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.

Imam Muslim wafat pada Ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.

Kamis, 04 April 2013


BIOGRAFI IMAM ABU DAWUD


Nama lengkap Abu Dawud ialah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani.Beliau adalah Imam dan tokoh ahli hadits, serta pengarang kitab sunan. Beliau dilahirkan tahun 202 H. di Sijistan.

Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan para ulama untuk menimba ilmunya. Sebelum dewasa, dia sudah mempersiapkan diri untuk melanglang ke berbagai negeri. Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya. Pengemba-raannya ke beberapa negeri itu menunjang dia untuk mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya. Kemudian hadits itu disaring, lalu ditulis pada kitab Sunan.

Abu Dawud sudah berulang kali mengunjungi Bagdad. Di kota itu, dia me-ngajar hadits dan fiqih dengan menggunakan kitab sunan sebagai buku pe-gangan. Kitab sunan itu ditunjukkan kepada ulama hadits terkemuka, Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa kitab itu sangat bagus. Dan kitabnya “Sunan Abu Dawud” dianggap sebagai kitab ketiga dari Kutubussittah setelah Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.

Guru-gurunya

Jumlah guru Imam Abu Dawud sangat banyak. Di antara gurunya yang paling menonjol antara lain: Ahmad bin Hanbal, al-Qan’abi, Abu Amar ad-Darir, Abu Daud bin Ibrahim, Abdullah bin raja’, Abdul Walid at-Tayalisi dan lain--lain. Sebagian gurunya ada yang menjadi guru Bukhari dan Abu Daud, seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abu Syaibah dan Qutaibah bin sa’id.

Murid-muridnya

Ulama yang pernah menjadi muridnya dan yang meriwayatkan hadits-nya antara lain Abu Isa at-Tirmizi, Abu Abdur Rahman an-Nasa’i, putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Dawud, Abu Awana, Abu Sa’id aI-Arabi, Abu Ali al-Lu’lu’i, Abu Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.

Sifat dan kepribadiannya

Abu Dawud termasuk ulama yang mencapai derajat tinggi dalam beribadah, kesucian diri, kesalihan dan wara’ yang patut diteladani.

Sebagian ulama berkata: "Perilaku Abu Dawud, sifat dan kepribadiannya menyerupai Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal menyerupai Waki’; seperti Sufyan as-Sauri, Sufyan seperti Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha’i, Ibrahim menyerupai Alqamah. "Alqamah seperti Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Mas’ud seperti Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Sifat dan kepribadian seperti ini menunjukkan kesempurnaan beragama, prilaku dan akhlak Abu Dawud.Abu Dawud mempunyai falsafah tersendiri dalam berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Bila ada yang bertanya, dia menjawab: "Lengan yang lebar ini untuk membawa kitab, sedang yang satunya tidak diperlukan. Kalau dia lebar, berarti pemborosan."

Ulama memuji Abu Dawud

Abu Dawud adalah seorang tokoh ahli hadits yang menghafal dan memahami hadits beserta illatnya. Dia mendapatkan kehormatan dari para ulama, terutama dari gurunya, Imam Ahmad bin Hanbal.

Al-Hafiz Musa bin Harun berkata: "Abu Dawud diciptakan di dunia untuk Hadits, dan di akhirat untuk surga. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari dia." 

Sahal bin Abdullah at-Tastari, seorang sufi yang alim mengunjungi Abu Dawud dan berkata: "Saya adalah Sahal, datang untuk mengunjungimu." Abu Dawud menyambutnya dengan hormat dan mempersilakan duduk. Lalu Sahal berkata: "Abu Dawud, saya ada keperluan." Dia bertanya: "Keperluan apa?" Sahal menjawab: "Nanti saya katakan, asalkan engkau berjanji memenuhi permintaanku." Abu Dawud menjawab: "Jika aku mampu pasti kuturuti." Lalu Sahal mengatakan: "Julurkanlah lidahmu yang engkau gunakan meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sehingga aku dapat menciumnya" Lalu Abu Dawud menjulurkan lidahnya kemudian dicium Sahal.

Ketika Abu Dawud menyusun kitab sunan, Ibrahim al-Harbi, seorang Ulama hadits, berkata: "Hadits telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagai-mana besi dilunakkan untuk Nabi Dawud." Ungkapan itu adalah perumpama-an bagi keistimewaan seorang ahli hadits. Dia telah mempermudah yang rumit dan mendekatkan yang jauh, serta memudahkan yang sukar.

Seorang Ulama hadits dan fiqih terkemuka yang bermazhab Hanbali, Abu Bakar al-Khallal, berkata: "Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as as-Sijistani adalah Imam terkemuka pada jamannya, penggali beberapa bidang ilmu sekaligus mengetahui tempatnya, dan tak seorang pun di masanya dapat me-nandinginya.”

Abu Bakar al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah selalu menyanjung Abu Dawud, dan mereka memujinya yang belum pernah diberikan kepada siapa pun di masanya.Mazhab yang diikuti Abu Dawud

Syaikh Abu Ishaq as-Syairazi dalam Tabaqatul Fuqaha menggolong-kan Abu Dawud sebagai murid Imam Ahmad bin Hanbal. Begitu pula Qadi Abdul Husain Muhammad bin Qadi Abu Ya’la (wafat tahun 526 H.) yang termaktub dalam kitab Tabaqatul Hanabilah. Penilaian ini disebabkan, Imam Ahmad adalah guru Abu Dawud yang istimewa. Ada yang mengatakan bahwa dia bermazhab Syafi’i.

Memuliakan ilmu dan ulama

Sikap Abu Dawud yang memuliakan ilmu dan ulama ini dapat diketahui dari kisah yang diceritakan oleh Imam al-Khattabi dari Abu Bakar bin Jabir, pembantu Abu Dawud. Dia berkata: "Aku bersama Abu Dawud tinggal di Bagdad. Di suatu saat, ketika kami usai melakukan shalat magrib, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang, lalu kubuka pintu dan seorang pelayan melaporkan bahwa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq minta ijin untuk masuk. Kemudian aku memberitahu Abu Dawud dan ia pun mengijinkan, lalu Amir duduk. 

Kemudian Abu Dawud bertanya: "Apa yang mendorong Amir ke sini?" Amir pun menjawab "Ada tiga kepentingan". "Kepentingan apa?" Tanya Abu Dawud. Amir mengatakan: "Sebaiknya anda tinggal di Basrah, supaya para pelajar dari seluruh dunia belajar kepadamu. Dengan demikian kota Basrah akan makmur lagi. Karena Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedi Zenji."
Abu Dawud berkata: "itu yang pertama, lalu apa yang kedua?" 

Amir menjawab: "Hendaknya anda mau mengajarkan sunan kepada anak-anakku." "Yang ketiga?" tanya Abu Dawud. "Hendaklah anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan hadits kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum." Abu Dawud menjawab: "Permintaan ketiga tidak bisa kukabulkan. Sebab derajat manusia itu, baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam menuntut ilmu dipandang sama." Ibnu Jabir menjelaskan: "Sejak itu putra-putra khalifah menghadiri majlis taklim, duduk bersama orang umum, dengan diberi tirai pemisah".

Begitulah seharusnya, ulama tidak mendatangi raja atau penguasa, tetapi merekalah yang harus mengunjungi ulama. Itulah kesamaan derajat dalam mencari ilmu pengetahuan.

Wafatnya

Setelah hidup penuh dengan kegiatan ilmu, mengumpulkan dan menyebarluaskan hadits, Abu Dawud wafat di Basrah, tempat tinggal atas per-mintaan Amir sebagaimana yang telah diceritakan. la wafat tanggal 16 Syawal 275 H. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridanya kepada-nya.

Putra Abu Dawud

Imam Abu Dawud meninggalkan seorang putra bernama Abu Bakar Abdullah bin Abu Dawud. Dia adalah seorang Imam hadits putra seorang imam hadits pula. Dilahirkan tahun 230 H. dan wafat tahun 316 H.

Kitab karangan Abu Dawud

Abu Dawud mempunyai karangan yang banyak, antara lain:
1. Kitab as-Sunan
2. Kitab al-Marasil
3. Kitab al-Qadar
4. An-Nasikh Wal Mansukh
5. Fada’ilul A’mal
6. Kitab az-Zuhud
7. Dalailun Nubuwah
8. Ibtida’ul Wahyu
9. Ahbarul Khawarij
Di antara kitab tersebut, yang paling populer adalah kitab as-Sunan, yang biasa dikenal dengan Sunan Abu Dawud.

Rabu, 03 April 2013


BIOGRAFI IMAM AT-TIRMIDZI

Nama Imam at-Tirmidzi adalah Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adl Dlahhak. Kunyah Imam at-Tirmidzi adalah Abu ‘Isa.
Nasab Imam at-Tirmidzi:
  1. As Sulami; yaitu nisbah kepada satu kabilah yang yang di jadikan sebagai afiliasi Imam at-Tirmidzi, dan nisbah ini merupakan nisbah kearaban
  2. at-Tirmidzi; nisbah kepada negri tempat Imam at-Tirmidzi di lahirkan (Tirmidz), yaitu satu kota yang terletak di arah selatan dari sungai Jaihun, bagian selatan Iran.
Tanggal lahir

Para pakar sejarah tidak menyebutkan tahun kelahiran Imam at-Tirmidzi secara pasti, akan tetapi sebagian yang lain memperkirakan bahwa kelahiran Imam at-Tirmidzi pada tahun 209 hijriah. Sedang Adz Dzahabi berpendapat dalam kisaran tahun 210 hijriah.

Ada satu berita yang mengatakan bahwa imam at-Tirmidzi dilahirkan dalam keadaan buta, padahal berita yang akurat adalah, bahwa Imam at-Tirmidzi mengalami kebutaan di masa tua, setelah mengadakan lawatan ilmiah dan penulisan Imam at-Tirmidzi terhadap ilmu yang ia miliki.

Imam at-Tirmidzi tumbuh di daerah Tirmidz, mendengar ilmu di daerah ini sebelum memulai rihlah ilmiah Imam at-Tirmidzi. Dan Imam at-Tirmidzi pernah menceritakan bahwa kakeknya adalah orang marwa, kemudian berpindah dari Marwa menuju ke tirmidz, dengan ini menunjukkan bahwa Imam at-Tirmidzi lahir di Tirmidzi.

Aktifitas Imam at-Tirmidzi dalam menimba ilmu

Berbagai literatur-literatur yang ada tidak menyebutkan dengan pasti kapan Imam Tirmidzi memulai mencari ilmu, akan tetapi yang tersirat ketika kita memperhatikan biografi Imam at-Tirmidzi, bahwa Imam at-Tirmidzi memulai aktifitas mencari ilmunya setelah menginjak usia dua puluh tahun.

Maka dengan demikian, Imam at-Tirmidzi kehilangan kesempatan untuk mendengar hadits dari sejumlah tokoh-tokoh ulama hadits yang kenamaan, meski tahun periode Imam at-Tirmidzi memungkinkan untuk mendengar hadits dari mereka, tetapi Imam at-Tirmidzi mendengar hadits mereka melalui perantara orang lain. Yang nampak adalah bahwa Imam at-Tirmidzi memulai rihlah pada tahun 234 hijriah.

Imam at-Tirmidzi memiliki kelebihan; hafalan yang begitu kuat dan otak encer yang cepat menangkap pelajaran. Sebagai permisalan yang dapat menggambarkan kecerdasan dan kekuatan hafalan Imam at-Tirmidzi adalah, satu kisah perjalan Imam at-Tirmidzi menuju Makkah, dia menuturkan;
“Pada saat aku dalam perjalanan menuju Makkah, ketika itu aku telah menulis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh. Kebetulan Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Maka aku bertanya kepadanya, dan saat itu aku mengira bahwa “dua jilid kitab” yang aku tulis itu bersamaku. Tetapi yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang masih putih bersih belum ada tulisannya. aku memohon kepadanya untuk menperdengarkan hadits kepadaku, dan ia mengabulkan permohonanku itu.
“Kemudian ia membacakan hadits dari lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia melihat kepadaku dan melihat bahwa kertas yang kupegang putih bersih. Maka dia menegurku: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ maka aku pun memberitahukan kepadanya perkaraku, dan aku berkata; “aku telah mengahafal semuanya.” Maka syaikh tersebut berkata; ‘bacalah!’. Maka aku pun membacakan kepadanya seluruhnya, tetapi dia tidak mempercayaiku, maka dia bertanya: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian aku meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai tanpa salah satu huruf pun.”

Menurut para ulama, kitab hadits Imam at-Tirmidzi dipandang sebagai kitab keempat dari Kutubussittah setelah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abu Dawud.

Rihlah Imam at-Tirmidzi

Imam at-Tirmidzi keluar dari negerinya menuju Khurasan, Iraq dan Haramain dalam rangka menuntut ilmu. Di sana Imam at-Tirmidzi mendengar ilmu dari kalangan ulama yang Imam at-Tirmidzi temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi sangat disayangkan Imam at-Tirmidzi tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang Imam at-Tirmidzi riwayatkan dari ulama kalangan Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya Imam at-Tirmidzi mengadakan perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya ia akan mendengar langsung dari ulama-ulama tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya.

Para pakar sejarah berbeda pendapat tentang masuknya Imam at-Tirmidzi ke daerah Baghdad, sehingga mereka berkata, “Kalau sekiranya dia masuk ke Baghdad, niscaya dia akan mendengar dari Ahmad bin Hanbal. Al Khathib tidak menyebutkan at-Tirmidzi (masuk ke Baghdad) di dalam tarikhnya, sedangkan Ibnu Nuqthah dan yang lainnya menyebutkan bahwa Imam at-Tirmidzi masuk ke Baghdad. Ibnu Nuqthah menyebutkan bahwasanya Imam at-Tirmidzi pernah mendengar di Baghdad dari beberapa ulama, di antaranya adalah; Al Hasan bin AshShabbah, Ahmad bin Mani’ dan Muhammad bin Ishaq Ash shaghani.

Dengan ini bisa diprediksi bahwa Imam at-Tirmidzi masuk ke Baghdad setelah meninggalnya Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama-ulama yang di sebutkan oleh Ibnu Nuqthah meninggal setelah imam Ahmad. Sedangkan pendapat Al Khathib yang tidak menyebutkannya, itu tidak berarti bahwa Imam at-Tirmidzi tidak pernah memasuki kota Baghdad sama sekali, sebab banyak sekali dari kalangan ulama yang tidak di sebutkan Al Khathib di dalam tarikhnya, padahal mereka memasuki Baghdad.

Setelah pengembaraannya, imam at-Tirmidzi kembali ke negerinya, kemudian Imam at-Tirmidzi masuk Bukhara dan Naisapur, dan Imam at-Tirmidzi tinggal di Bukhara beberapa saat.
Negeri-negeri yang pernah Imam at-Tirmidzi masuki adalah;
  1. Khurasan
  2. Bashrah
  3. Kufah
  4. Wasith
  5. Baghdad
  6. Makkah
  7. Madinah
  8. Ar Ray
Guru-guru Imam at-Tirmidzi

Imam at-Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antara mereka adalah:
  1. Qutaibah bin Sa’id
  2. Ishaq bin Rahuyah
  3. Muhammad bin ‘Amru As Sawwaq al Balkhi
  4. Mahmud bin Ghailan
  5. Isma’il bin Musa al Fazari
  6. Ahmad bin Mani’
  7. Abu Mush’ab Az Zuhri
  8. Basyr bin Mu’adz al Aqadi
  9. Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib
  10. Abi ‘Ammar Al Husain bin Harits
  11. Abdullah bin Mu’awiyyah al Jumahi
  12. ‘Abdul Jabbar bin al ‘Ala`
  13. Abu Kuraib
  14. ‘Ali bin Hujr
  15. ‘Ali bin sa’id bin Masruq al Kindi
  16. ‘Amru bin ‘Ali al Fallas
  17. ‘Imran bin Musa al Qazzaz
  18. Muhammad bin aban al Mustamli
  19. Muhammad bin Humaid Ar Razi
  20. Muhammad bin ‘Abdul A’la
  21. Muhammad bin Rafi’
  22. Imam at-Tirmidzi
  23. Imam Muslim
  24. Abu Dawud
  25. Muhammad bin Yahya al ‘Adani
  26. Hannad bin as Sari
  27. Yahya bin Aktsum
  28. Yahya bun Hubaib
  29. Muhammad bin ‘Abdul Malik bin Abi Asy Syawarib
  30. Suwaid bin Nashr al Marwazi
  31. Ishaq bin Musa Al Khathami
  32. Harun al Hammal, dan lainnya.
Murid-murid Imam at-Tirmidzi

Kumpulan hadits dan ilmu-ilmu yang dimiliki imam at-Tirmidzi banyak yang meriwayatkan, diantaranya adalah;
  1. Abu Bakr Ahmad bin Isma’il As Samarqandi
  2. Abu Hamid Abdullah bin Daud Al Marwazi
  3. Ahmad bin ‘Ali bin Hasnuyah al Muqri`
  4. Ahmad bin Yusuf An Nasafi
  5. Ahmad bin Hamduyah an Nasafi
  6. Al Husain bin Yusuf Al Farabri
  7. Hammad bin Syair Al Warraq
  8. Daud bin Nashr bin Suhail Al Bazdawi
  9. Ar Rabi’ bin Hayyan Al Bahili
  10. Abdullah bin Nashr saudara Al Bazdawi
  11. ‘Abd bin Muhammad bin Mahmud An Safi
  12. ‘Ali bin ‘Umar bin Kultsum as Samarqandi
  13. Al Fadhl bin ‘Ammar Ash Sharram
  14. Abu al ‘Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub
  15. Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad An Nasafi
  16. Abu Ja’far Muhammad bin sufyan bin An Nadlr An Nasafi al Amin
  17. Muhammad bin Muhammad bin Yahya Al Harawi al Qirab
  18. Muhammad bin Mahmud bin ‘Ambar An Nasafi
  19. Muhammad bin Makki bin Nuh An Nasafai
  20. Musbih bin Abi Musa Al Kajiri
  21. Makhul bin al Fadhl An Nasafi
  22. Makki bin Nuh
  23. Nashr bin Muhammad biA Sabrah
  24. Al Haitsam bin Kulaib, dan yang lainnya.
Persaksian para ulama terhadap Imam at-Tirmidzi

Persaksian para ulama terhadap keilmuan dan kecerdasan imam Tirmidzi sangatlah banyak, diantaranya adalah;
  1. Imam at-Tirmidzi berkata kepada imam at-Tirmidzi; “ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku.”
  2. Al Hafiz ‘Umar bin ‘Alak menuturkan; “at-Tirmidzi meninggal, dan dia tidak meninggalkan di Khurasan orang yang seperti Abu ‘Isa dalam hal ilmu, hafalan, wara’ dan zuhud.”
  3. Ibnu Hibban menuturkan; “Abu ‘Isa adalah sosok ulama yang mengumpulkan hadits, membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal hadits.”
  4. Abu Ya’la al Khalili menuturkan; “Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang yang tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal dengan amanah dan keilmuannya.”
  5. Abu Sa’d al Idrisi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang di ikuti dalam hal ilmu hadits, Imam at-Tirmidzi telah menyusun kitab al jami’, tarikh dan ‘ilal dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel. Imam at-Tirmidzi adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan.”
  6. Al Mubarak bin al Atsram menuturkan; “Imam Tirmidzi merupakan salah seorang imam hafizh dan tokoh.”
  7. Al Hafizh al Mizzi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat darinya.
  8. Adz Dzahabi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah seorang hafizh, alim, imam yang kapabel
  9. Ibnu Katsir menuturkan: “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam dalam bidangnya pada zaman Imam at-Tirmidzi.”
Keteledoran Ibnu Hazm

Dalam hal ini Ibnu Hazm melakukan kesalahan yang sangat fatal, sebab dia mengira bahwa at-Tirmidzi adalah seorang yang tidak dikenal, maka serta merta para ulama membantah ucapannya ini, mereka berkata; Ibnu Hazm telah menghukumi dirinya sendiri dengan keminimannya dalam hal penelaahan. Sebenarnya kapabalitas Imam Tirmidzi tidak terpengaruh statemen Ibnu Hazm tersebut, bahkan kapabilitas Ibnu Hazm sendiri yang menjadi tercoreng karena dia tidak mengenali seorang imam yang telah tersebar kemampuannya. Dan ini bukan pertama kali kesalahan yang dia lakukan, sebab banyak dari kalangan ulama hafizh lagi tsiqah yang terkenal yang tidak dia ketahui.”

Semua ini kami paparkan dengan tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan pengakuan kami terhadap keutamaan dan keilmuannya, akan tetapi agar tidak terpedaya dengan statemen-statemen yang kurang tepat darinya.

Hasil karya Imam at-Tirmidzi

Imam Tirmizi menuliskan ilmunya di dalam hasil karya Imam at-Tirmidzi, di antara buku-buku Imam at-Tirmidzi ada yang sampai kepada kita dan ada juga yang tidak sampai. Di antara hasil karya Imam at-Tirmidzi yang sampai kepada kita adalah:
  1. Kitab Al Jami’, terkenal dengan sebutan Jami’ at-Tirmidzi.
  2. Kitab Al ‘Ilal
  3. Kitab Asy Syama’il an Nabawiyyah.
  4. Kitab Tasmiyyatu ashhabi rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun karangan Imam at-Tirmidzi yang tidak sampai kepada kita adalah;
  1. Kitab At-Tarikh.
  2. Kitab Az Zuhd.
  3. Kitab Al Asma’ wa al kuna.
Wafatnya Imam at-Tirmidzi

Di akhir kehidupannya, imam at-Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun Imam at-Tirmidzi hidup sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Imam at-Tirmidzi wafat di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam usia Imam at-Tirmidzi pada saat itu 70 tahun.